Seorang pemborong bangunan yang telah tua memutuskan untuk pensiun. Ia mengatakan pada kontraktor yang memperkerjakannya bahwa ia akan berhenti dari pekerjaannya. Kontraktor itu menyesalkan kepergian pemborong bangunan yang selama itu telah bekerja dengan baik, iapun bertanya apakah pemborong itu mau melakukan satu bangunan lagi untuk keperluan pribadi. Pemborong itu bersedia, namun hatinya sudah tidak ada lagi pada pekerjaannya. Ia melakukan pekerjaannya asal jadi, material yang digunakannya pun berkualitas rendah. Setelah bangunan itu selesai, kontraktor itu datang untuk memeriksa rumah itu. Lalu ia memberikan kunci pada pemborong itu. “Inilah rumahmu,” kata kontraktor itu, “hadiah dariku untukmu.” Alangkah terperanjatnya pemborong itu. Kalau saja ia tahu bahwa bangunan itu untuknya, tentu ia mengerjakannya dengan cara berbeda. Sekarang ia harus hidup di rumah yang tak terlalu baik. Hal ini juga terjadi pada kita. Kita membangun hidup kita dengan cara yang salah. Kita lebih suka melakukan reaksi daripada aksi. Kita lebih suka melakukan yang termudah dan bukan yang terbaik. Padahal pada akhirnya semuanya itu untuk kita sendiri.
Posting: Yery Angdres, ST
No comments:
Post a Comment